Langit Beri Pertanda Bencana Tsunami?

Musibah gempa 9,0 skala Richter dan tsunami yang menerjang Jepang Jumat, 11 Maret 2011, menjadi inspirasi para ilmuwan untuk menemukan sistem peringatan dini bencana yang lebih akurat.
Salah satu isu besar adalah benarkah langit memberikan pertanda sebelum malapetaka datang?

Seperti dimuat Daily Mail, para ilmuwan dari University of Illinois menangkap pertanda atmosfer terkait tsunami Jepang berupa pijaran udara (airglow) yang ditangkap sebuah observatorium di Pulau Hawaii.
Gambaran tersebut ditemukan pada ketinggian 250 kilometer di atas permukaan Bumi, sekitar satu jam sebelum gelombang raksasa menghantam perairan Jepang.  Pijaran udara adalah lapisan kehijauan yang ditemukan saat kombinasi molekul dipisahkan oleh cahaya matahari.

Penemuan, yang dilaporkan dalam jurnalGeophysical Research Letters, juga menegaskan teori yang dikembangkan pada tahun 1970-an. Studi-studi ini menunjukkan bahwa tsunami bisa diobservasi dari bagian atas atmosfer, namun sampai saat ini baru bisa didemonstrasikan menggunakan sinyal radio.

Studi ini fokus pada fakta bahwa tsunami menghasilkan gelombang gravitasi atmosfer saat ombak melaju melintasi lautan.

Gelombang-gelombang tsunami memiliki potensi untuk meregang beberapa kilometer ke langit dan menyebabkan perubahan yang dapat dicitrakan karena penurunan densitas udara. Lihat videonya di sini.

Tim University of Illinois dipimpin oleh Jonathan Makela, seorang profesor teknik listrik dan komputer, membuat gambaran tersebut.  Setelah itu, Makela, bersama mahasiswa pascasarjana Thomas Gehrels, bergabung dengan tim di Prancis dan Brasil di New York University untuk melakukan analisis rinci gambaran tersebut.

Mereka menemukan sifat gelombang cocok dengan yang yang terpantul dari tsunami Jepang. Profesor Makela yakin, sistem kamera dapat dikembangkan untuk menciptakan sebuah sistem peringatan dini.

Saat ini, untuk peringatan dini para ilmuwan menggunakan semacam pelampung di laut dan model untuk melacak dan memprediksi tsunami. Sistem yang rapuh karena alat pamantau tersebut bisa hilang dicuri.

Padahal, sistem kamera bisa melacak langit secara keseluruhan dengan mengamati perubahan di atmosfer. Para ilmuwan menyarankan sistem tersebut dipasang ke satelit untuk mengatasi permasalahan di sistem yang berbasis di darat.

Makela menambahkan untuk menciptakan sistem yang handal, ilmuwan perlu mengembangkan algoritma untuk menganalisis dan menyaring data secara real time. "Ini adalah pengingat tentang bagaimana lingkungan kita saling berhubungan satu sama lain," kata Makela.

"Teknik ini menyediakan alat baru yang kuat untuk mempelajari rangkaian laut dan atmosfer. Juga bagaimana tsunami merambat di laut terbuka."

Sebelumnya, masih mengenai pertanda gempa di atmosfer, profesor ilmu bumi daru Chapman University di California, Dimitar Ouzounov, mengatakan bahwa ada keanehan di langit Jepang sebelum tsunami. Atmosfer di atas episentrum gempa Jepang mengalami perubahan tak biasa dalam beberapa hari menjelang bencana. Baca selengkapnya di sini.




0 Komentar:

Post a Comment