Setiap 200 Tahun, Sumatera Barat di Hajar Gempa + Tsunami

Hasil penelitian menyebutkan: siklus gempa besar di zona subduksi Mentawai selalu berulang mengikuti siklus 200 tahunan. Gempa-gempa besar di wilayah itu terjadi terakhir pada tahun 1797 dan 1833.

Meski kapan bencana datang tak bisa dipastikan, pemerintah telah bersiaga. "Riset siklus gempa Mentawai 200 tahunan adalah riset kegempaan yang paling maju dan lengkap, jadi layak dipercaya. Riset ini menjadi rujukan resmi pemerintah dalam mitigasi bencana di wilayah ini khususnya terhadap ancaman tsunami," kata Ade Edward, manajer Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana Sumatera Barat kepada VIVAnew.com, Selasa 2 Agustus 2011. 

Diungkapkan dia, sejak 2007 telah dibangun sistem peringatan dini tsunami indonesia (INATEWS) namun hingga sekarang belum tuntas. "Analisa berdasarkan potensi ancaman diperlukan kurang lebih 600 buah sirine dengan asumsi satu sirine tiap kelurahan atau nagari di sepanjang pesisir pantai Sumbar. Yang sudah terbangun 6 buah artinya baru 1 persen dari kebutuhan," tambah dia.

Ade mengakui, satu unit INATEWS berharga tinggi, mencapai Rp1 miliar. "Belakangan muncul ide membangun sistem peringatan dini berbasis HT yang terkoneksi INATEWS dengan biaya lebih terjangkau."

Dia menambahkan, saat ini sudah dikembangkan sirine dengan teknologi tepat guna berbasis radio kontrol dengan suplai listrik panel tenaga surya yang nilainya diperkirakan Rp50 sampai 75 juta.
"Direncanakan tahap pertama sekitar 50 unit akan diadakan pada anggaran APBD Sumbar 2012, diharapkan APBD daerah atau kota yang rawan tsunami dapat juga menganggarkan untuk daerah masing-masing," kata Ade.

Sementara, Kota Padang telah menargetkan pembangunan 100 shelter (penampungan sementara) untuk antisipasi gempa dan tsunami. Setidaknya, delapan bangunan sedang disiapkan untuk menampung puluhan ribu warga kota yang berada di  bibir pantai Samudera Hindia. Dua bangunan sekolah, SMK Negeri 5 Padang dan SMA Negeri 1 Padang sudah beroperasi dan bisa digunakan untuk menampung warga Lolong dan para siswa jika bahaya tsunami mengancam.

Gedung SMKN 5 berlantai tiga yang menghabiskan dana Rp15 M ini disiapkan untuk menampung 2.000 warga yang ingin menyelamatkan diri jika tsunami menghantam. Struktur bangunan yang dibangun dengan sokongan dana PT Chevron juga dirancang aman gempa hingga 9 Skala Richter.

Sedangkan SMA Negeri 1 Padang ditargetkan juga mampu menampung 2.000 warga dan siswa di lantai 3 gedung ini yang dilengkapi dengan gudang logistik. Dua gedung ini dirancang dengan struktur aman gempa dan memiliki prosedur keamanan yang disusun sesuai SOP penanganan bencana. Kedua sekolah ini juga dilengkapi helipad untuk pendaratan helikopter.

Enam bangunan lain  sedang dalam pengerjaan, yakni, SMP Negeri 25, Jalan Beringin, Belanti; SMP Negeri 7, Lolong; SMP Negeri 13 Tabing; SD Negeri 23, Ujung Gurun, SD Negeri 24, Ujung Gurun; Pasar Raya Inpres I. Jika selesai, gedung-gedung ini akan mampu menampung puluhan warga Padang yang berada di bibir pantai.

Masih ada sejumlah shelter swadaya yang dibangun warga sebagai upaya mitigasi bencana. Seperti bangunan tiga lantai yang dibangun warga komplek Vila Hadis yang berjarak sekitar 500 meter dari Pantai Ulak Karang. Sejumlah bangunan publik milik swasta juga dirancang sebagai shelter.




0 Komentar:

Post a Comment